SELAMAT DATANG DI BLOG INI.....SEMOGA BERMANFAAT UNTUK KITA SEMUA....AMIN

Religi

KISAH PARA SAHABAT

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru
tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk
bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya
keras-keras. Keringatnya bercucuran
deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang
sedang Anda lakukan?"

Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombong an tamu
yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat
bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka
pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan
saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk
membunuh perasaan sombong saya."

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua,
yang benih - benihnya terlalu kerap muncul tanpa
kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor
materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat
daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan.
Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan
lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat
ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering
menganggap diri kita lebih bermoral, lebih bemurah, dan lebih tulus
dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat
kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya.. Sombong
karena materi sangat mudah terlihat,
namun sombong karena pengetahuan,
apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali
hanya berbentuk benih- benih halus di dalam batin
kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada
tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri
(self- esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence) . Akan tetapi,
begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah
berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan
sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua
kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub.
Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak
punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk
berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam
hidup.

Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih
banyak lagi. Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub
ego. Ilusi
ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme
ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka).. Inilah
akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju
kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala
bentuknya,
ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita
perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik,
tetapi
makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas,
sementara tubuh
fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan
kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.

Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk
dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui
oleh penampilan, label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini
kita lihat adalah "tampak dalam". Pandangan seperti ini akan
membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi
ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang
kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita
sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi
kita
sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang
kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan
kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita
lakukan
pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta
kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam.

Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya
sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang
kita
sombongkan?



MENELADANI KEPEMIMPINAN KHALIFAH

Kepemimpinan rasul Allah seperti Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Yusuf dan Nabi Muhammad SAW sudah pernah diuraikan. Harapan kita semua sebelum memilih mereka pemilu yang lalu, semoga ada perbaikan mendasar dan berbeda dengan sebelumnya, terutama Eksekutifnya, dan Legislatifnya, apalagi kita telah pilih langsung. Tapi seperti kita menyesal, terutama anggota DPR nya, sebab diantara mereka sangat memalukan. Salah sebuah Editorial media massa menilainya “ Mempertontonkan Tawuran di Senayan,” melebihi anak-anak remaja yang sering tawuran antar sekolah.yang kini sudah berkurang, justru digantikan anggota Dewan yang terhormat. Atau khusus di daerah, dulunya ada yang berteriak mau hidup sederhana sebagai pemimpin, tapi kenyataan lebih banyak yang berteriak perlu tambah gaji, dan fasilitas tinggi melampaui sebelumnya.

Sekedar untuk refreshing, penulis akan uraikan sekelumit kriteria pemilihan Khalifah dan kepemimpinannya dalam memimpin negara yang terlukis dalam sejarah Islam sebagai pemimpin teradil dan terjujur terutama Abu Bakar dan Umar sesudah priode Rasulullah SAW di Medinah.

Menurut Teologi Islam umumnya rasul itu mempunyai sifat Al-amanah ( jujur dan adil ), Fathanah ( cerdik dan ahli ) Shiddik ( kuat pisik dan tidak pembohong ) serta Tabligh ( menyampaikan wahyu dengan transparan ) . Sifat-sifat Rasul itu dimiliki pula oleh Khulafa’ al-Rasyidin.

MaknaKhalifah.
Khalifah berasal dari kata “ Khalf ” yang berarti di belakang yang harus maju ke muka menjadi Imam ( pemimpin ). Jadi, Khalifah itu juga berarti Pemimpin. Terkenal dalam sejarah Khalifah Al-Rasyidin yakni Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali ( Radhiyallahu ‘anhum = RA).

Secara teoritis Khalifah itu mempunyai dua fungsi. Pertama, memelihara dan mengembangkan agama. Kedua, memelihara ketertiban, keamanan masyarakat dan kesejahteraan (QS.24:55).

Khalifah Abu Bakar :
Menurut muarikh yang khalifah Rasul hanyalah Abu Bakar. Karena Umar adalah khalifah Abu Bakar, Usman adalah khalifah Umar dan Ali adalah khalifah Usman.

Ketika Nabi SAW wafat tanggal 6 Juni 632 M, masyarakat Medinah gelisah, karena Nabi tidak pernah menyebut putera mahkota yang akan menggantinya kelak. Lalu Abu Bakar menawarkan agar yang mengganti Nabi adalah dari suku Quraisy, sesuai sabda Nabi “Qaddimu Quraisy” ( Dahulukanlah keturunan Quraisy tiap masalah ) (HR.Bukhari). Maka tokoh-tokoh Quraisy memberi dukungan kepada Abu Bakar yang disambut dengan suka cita oleh tokoh-tokoh Anshar, dengan tiga alasan : Pertama, Abu Bakarlah sahabat Nabi yang paling kental yang selalu bersama dalam penderitaan ( termasuk bersembunyi di Gua). Kedua, Abu Bakarlah yang sering mengganti Nabi jadi Imam salat, jika Nabi berhalangan. Artinya, sedang urusan akhirat sering mengganti Nabi apalagi urusan dunia (pemerintahan). Ketiga,semua pemuka menerima dan di bai’at oleh masyarakat banyak.

Adapun kepemimpinan Abu Bakar yang perlu ditiru, diantaranya (1) Berpesan ketika terpilih “ Taatilah saya selama saya masih taat kepada Allah. (2) Mengatur kesejahteraan masyarakat berdasarkan hasil zakat dan harta pribadinya sendiri. Menurut muarikh hampir seluruh harta bendanya diinfakkan, misalnya dalam perang Tabuk hartanya diinfakkan sebanyak 95O ekor unta, 5O ekor kuda dan 1OOO dinar . (3) Tidak mau menggunakan harta negara untuk dirinya, akibatnya kepala negara yang pernah kaya raya itu, wafat dalam keadaan miskin. Mungkin ada yang menilai ini kebodohan, tapi begitulah kenyataan orang yang tidak gila harta dan tidak mau8 menmghgunakan kesempatan untuk keuntungan dunia..

KhalifahUmar
Ketika Abu Bakar jatuh sakit setelah memegang jabatan selama dua tahun, ia berpesan lebih dahulu bahwa, “ yang akan menggantikan saya kelak adalah Umar. Dia adalah orang yang cerdas dan mampu.” Kemudian didukung pemuka masyarakat dan dibai’at orang banyak.

Ketika Umar selesai di bai’at, ia berpidato, aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama dengan beliau. Andaikata aku tahu bahwa ada orang yang lebih kuat dari padaku memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong, aku lebih sukai daripada memikul jabatan ini.

Di masa pemerintahan Umar selama 1O tahun, oleh muarikh diakui betapa banyaknya kemajuan yang gemilang. Bidang agama, hukum, politik, ekonomi sosial dan kebudayaan. Beliau dikenal dunia sebagai negarawan yang cakap, cerdas, adil, jujur, bertindak tegas, tapi sangat dekat dan dicintai rakyat. Sekelumit tindakannya yang menarik, antara lain :

(1)Mengutamakan akidah yang mantap.
Ketika melakukan inspeksi bersama panglima perang Khalid bin Walid ke daerah, anak-anak menyanyikan kepahlawanan Khalid sebagai Saifullah (Pedang Allah yang tidak terkalahkan). Setelah khalifah kembali, Khalid diberhentikan dengan hormat, dengan alasan saya tolong dia, agar agamanya tetap mantap, sebelum terserang penyakit ‘ujub ( kagumi diri, sebagai dosa batin).

(2) Memperlihatkan sifat jujur
Ketika selesai mendistribusikan pembagian kain yang merata kepada seluruh rakyat, besoknya dikumpulkan di tanah lapang, untuk menanyakan langsung kepada rakyat, apakah ada diantara mereka yang tidak puas dengan pembagian kemarin ? “Saya pak”, teriak seorang pemuda jangkung. Ketidak puasan saya” yaitu karena khalifah tidak adil dan jujur”. “Apanya tidak adil ?”, tanya Khalifah. Pemuda menjawab, “ khalifah pasti mengambil pembagian kain, lebih dari dua meter.” Alasannya, mengapa kain dapat anda jahit menjadi satu qamis, padahal badan dan dada khalifah lebar?”.

Dengan senyum, Khalifah memanggil puteranya Abdullah menjelaskan. Puteranya berkata, “ kain pembagian saya kemarin, saya serahkan kepada ayah, untuk mencukupkan menjadi satu qamis, sebab itu saya dating tanpa qamis”. Akhirnya, pemuda jangkung yang menuduh, meminta maaf.

(3) Mengangkat menteri yang suka menyumbang.
Ketika khalifah selesai dibai’at, ia mengharapkan agar pemuka masyarakat dapat mencarikan beberapa orang pembantu ( calon menteri ). Setelah calon menteri dihadapkan pemuka masyarakat, khaliofah bertanya : “alasan apa memilih mereka ?”.

Pemuka menjawab, “ sesuai yang disyaratkan Alquran: Jujur, adil, kuat, takwa & berilmu.” Tapi khalifah Umar belum menerima. Kemudian memohon “ agar diteliti dari mereka, siapa yang suka menolong dan menyumbang orang dalam penderitaan. Cara membuktikan, ketika bertetangga dengan dia, atau bepergian bersama, berapa kali anda ditolong dengan sungguh-sungguh dalam penderitaan. Itulah yang saya akan pilih.”

Selama Umar menjadi Khalifah hampir setiap malam pergi ke gudang dan mengantar sendiri bantuan kepada orang miskin yang mebutuhkan. Disuatu malam penjaga gudang menawarkan dirinya untuk membawa gandung, namun khalifah Umar menolak dan berkata, “ bukan kamu yang bertanggung jawab di akhirat nanti. Yang bertanggung jawab adalah pemimpin, seperti saya”.

Alhasil, tugas utama pemimpin dapat diteladani dalam segala hal, terutama mengurus kesejahteraan rakyat kecil. Bukan bersandiwara di muka umum,yaitu tawuran seolah-olah membela orang kecil, tapi bukan pula suka mempersulit rakyat kecil dengan menaikan harga kebutuhan pokok.

Akhirnya kepemimpinan khalifah itu sebaiknya ditiru pula. Disamping azas yang digariskan Alquran, yaitu pisik dan mental yang kuat, jujur, adil, dan berilmu. Juga dilengkapi dengan sifat berani, tegas, mencintai rakyat kecil serta siap menyumbangkan sebagian hartanya, jika persediaan di Baital mal habis. Disamping itu selalu mengingat pesan-pesan Rasul, bahwa pemimipin itu Kadimuhum (Pelayan rakyat ) dan pemimpin itu tidak memberatkan, selalu memperingan beban rakyat kecil
(Fal- yukhaffif).
H. Mochtar Husein


1.Belajar berpikir positif adalah akar dalam berjiwa besar.
2.Menjadikan diri untuk selalu rendah hati adalah akhlak yang sangat mulia.
3.Ketegasan akan melahirkan kepastian dan kepastian akan melahirkan keberanian.
4.Bersyukurlah anda mendapat kesulitan karna semakin sulit yang anda dapat maka semakin dalam pula anda mengetahui makna kehidupan.
5.Betapa mulianya seseorang yang memiliki ilmu dan berakhlak baik.
6.Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lain.


JIN DAN MANUSIA

Tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat [51]: 56). Begitulah penegasan Allah dalam Alquran tentang tujuan-Nya menciptakan jin dan manusia, yakni semata-mata untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Esa. Karena itu, golongan jin dan manusia terbagi dua, yaitu Muslim dan kafir.

Jin menyatakan keislamannya yang diterangkan dalam Alquran surah Jin [72] ayat 1-2. "Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin mendengarkan Alquran. Lalu, mereka berkata, `Sesungguhnya, kami telah mendengarkan
Alquran yang menakjubkan, yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Karena itu, kami memercayainya dan kami tidak akan mempersekutukan Allah SWT dengan siapa pun juga."

Peristiwa ini terjadi saat Rasul SAW bersama para sahabat sedang melaksanakan shalat Subuh. Ketika itu, Rasul SAW membaca surah Ar-Rahman [55] ayat 1-78. Dalam surah Ar-Rahman ini terdapat beberapa ayat yang berbunyi, "Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" Ketika ayat ini dibacakan, para jin yang hadir saat itu langsung menjawabnya dengan kalimat, "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami tidak mendustakan nikmat-Mu sedikit pun. Segala puji hanya bagi-Mu yang telah memberikan nikmat lahir dan batin kepada kami."

Ibnu Mas'ud menyatakan bahwa ia ikut menyaksikan malam turunnya ayat Jin ini. Rasulullah SAW bersabda, "Aku didatangi juru dakwah dari kalangan jin. Lalu, kami pergi bersamanya, dan aku bacakan Alquran kepada mereka."

Peristiwa ini terjadi di sebuah masjid yang terletak di kampung Ma'la, tak jauh dari pekuburan kaum Muslim di Kota Makkah. Dan kini, masjid itu dinamakan dengan Masjid al-Jin atau Masjid al-Bai'ah. Sebab, di tempat inilah para jin berbaiat atau menyatakan keislaman mereka kepada Rasulullah SAW untuk beriman kepada Allah SWT dan Kitab-Nya.

Masjid ini menjadi monumen terpenting antara Rasulullah SAW dan para jin. Konon pada saat itu, para Jin berencana menuju Tihamah. Namun, mereka mendengar bacaan Alquran. Mereka sangat takjub mendengarnya, dan kemudian berdialog dengan Rasulullah SAW, lalu menyatakan keimanannya. Mereka kemudian menyampaikan hal itu kepada kaum jin. Penyampaian para jin yang berbaiat dengan Rasul SAW itu diabadikan dalam Alquran surah Al-Ahqaf [46]: 29-32.

Dalam Asbab an-Nuzul karya Jalaluddin as-Suyuthi disebutkan sebab-sebab diturunkannya surah Al-Ahqaf ayat 29-32. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Mas'ud. Ketika Rasulullah SAW sedang membaca ayat-ayat Alquran, ada beberapa jin (sejumlah riwayat menyebutkan jumlahnya ada sembilan jin dan sebagian lain menyebutkan tujuh jin) yang turut mendengarkan bacaan Alquran dari Rasulullah SAW. Kemudian, salah satu dari jin itu mengingatkan teman-temannya, "Diamlah, perhatikan bacaannya." Sesudah itu mereka kembali kepada kaumnya untuk mengingatkan mereka pada jalan yang benar.

Dalam kitab Ad-Durur al-Manshur disebutkan bahwa jumlah jin yang datang kepada Rasulullah SAW itu sebanyak tujuh jin. Sementara itu, menurut Ibnu Mas'ud sebagaimana dikutip Syekh Abdul Mun'im Ibrahim, dalam kitabnya Ma Qabla Khalqi Adam dan telah diterjemahkan dengan judul Adakah Makhluk Sebelum Adam? Menyingkap Misteri Awal Kehidupan, jumlah mereka sebanyak sembilan dan salah satu dari jin itu bernama Zauba'ah.

Responsif Dalam kitab Fath al-Bari bi syarh Shahih al-Bukhari bab Dzikru al-Jin disebutkan, pemimpin para jin itu bernama Wirdan. Para jin itu berasal dari Nasibain, yaitu sebuah daerah yang terletak di perbatasan antara Negara Irak dan Suriah, yaitu di dekat Mosul.

Menurut Abdullah ibnu Umar, ayat Alquran yang dibacakan Rasulullah SAW ketika itu adalah surah Ar-Rahman. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada bagiku selain golongan jin yang lebih baik dalam merespons surah Ar-Rahman daripada kalian."

Para sahabat bertanya, "Bagaimana bisa, ya Rasul?" Rasulullah menjawab, "Ketika aku membaca ayat `Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan,' para jin berkata, "Wahai Tuhan kami, tidak ada sedikit pun dari nikmat-Mu yang kami dustakan."

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya mengenai bagaimana mereka (golongan jin) menafakuri dan menadaburi (menelaah dan mencerna) ayat-ayat Allah SWT. Ketika ayat Alquran menanyakan sesuatu, para Jin itu dengan cepat merespons pertanyaan Allah.

Sementara itu, para sahabat masih terdiam dan terpaku mendengarkan ayat-ayat tersebut. Para jin lebih respek terhadap ayat yang banyak menggunakan kalimat istifham (pertanyaan) daripada manusia. Namun, diamnya para sahabat dalam merespons ayat Alquran ini masih lebih baik dibandingkan dengan orangorang kafir Quraisy yang enggan mengimani dan meyakini kebenaran Alquran dan ajaran Islam.

Teguran Menurut Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Al-Qur'an, surah Jin dan Al-Ahqaf itu memberikan teguran kepada orangorang kafir Quraisy dan Arab di Makkah yang terlambat merespons keimanan. Sementara itu, jin yang bukan berasal dari golongan manusia lebih cepat dalam menerima dan merespons dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW.

Para Jin ini terbagi dua, yakni jin kafir dan jin Islam (mukmin). Jin yang beriman akan ditempatkan di surga, sedangkan jin kafir akan ditempatkan di neraka. Rasulullah SAW menggambarkan bahwa para jin itu terbagi tiga golongan, yakni golongan yang bisa terbang di udara, golongan ular dan anjing, serta golongan yang bermukim dan hidup berpindah-pindah. Lihat hadis sahih yang diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Maqasid asy-Syaithan, dalam bagian Hawatif, riwayat al-Hakim, dan juga hadis lainnya.

Sebagaimana manusia dan hewan, para jin ini juga makan dan minum, menikah, beranak, serta mati. Menurut Syekh Abdul Mun'im Ibrahim, para jin ini adalah penghuni dunia yang hidup di tempat-tempat sepi dari manusia dan di padang pasir. Dan, diantara para jin itu ada yang hidup di pulau-pulau di tengah laut, di tempat sampah, di tempat rusak, dan di antara mereka ada yang hidup bersama manusia.

Jin memiliki kemampuan yang tidak dimiliki manusia, seperti terbang, naik ke langit, mendengar apa yang tidak bisa di dengar oleh manusia, dan mereka juga melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Wa Allahu A'lam.(REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH--)